Legenda Asal Usul Sungai Palu
Pada zaman dahulu kala Sungai Miu dan
Sungai Gumasa adalah dua anak sungai yang terpisah dua. Tapi, satu kejadian
membuatnya bergabung menjadi satu menjadi Sungai Palu.
Alkisah, Raja Palu mempunyai seorang
permaisuri dan putra bernama Bolampa. Ia menurunkan kepada Bolampa kesaktiannya. Dia juga kebal terhadap segala
macam senjata.
Di tengah kegembiraan keduanya
membesarkan Bolampa. Permaisuri hamil lagi. Hal ini diam-diam menimbulkan
kecemburuan di hati Bolampa. Karena, besar kemungkinan kasih sayang yang selama
ini tercurahkan untuknya akan tidak ditujukan lagi untuknya, melainkan untuk
adiknya.
Pada saat bersamaan, Raja Palu
menderita sakit sehingga menimbulkan meninggal dunia. Kesedihan pun mewarnai
Kerajaan Palu. Termasuk permaisuri dan Bolampa. Bolampa yang hatinya masih
diliputi iri dengan kehadiran adiknya, segera minggat ke Desa Sidiru, di daerah
Sibolga.
Di sana, dia melampiaskan dendam
kepada orang-orang secara membabi buta. Karena, dia terlalu kuat, tak pelak,
Bolampa membuat tewas orang-orang itu. Hal ini tentu membuat masyarakat Sidiru
jengkel terhadapnya. Namun, kesaktian yang diwariskan dari ayahnya membuatnya
tak bisa dibunuh dengan mudah.
Bolampa heran, mengapa dia sampai
bisa membunuh orang-orang. Sementara, dia sendiri tidak bisa dibunuh, bahkan
kebal terhadap senjata apapun. Rasa penasaran membawanya untuk merasakan
bagaimana kematian itu. Lalu, dia menyerahkan dirinya kepada orang-orang
Sidiru. Orang-orang Sidiru menyambutnya dengan gembira. Namun, mereka bertanya
kepada Bolampa bagaimana cara membunuh dirinya. Sedangkan, senjata yang mereka
gunakan tidak mempan terhadapnya.
Bolampa kemudian mengatakan,
“Bunuhlah aku selepas aku menjatuhkan diri dari pohon kelapa itu.”
Bolampa kemudian naik pohon kelapa
dan menjatuhkan dirinya. Orang-orang Sidiru pun mengikuti arahan Bolampa.
Mereka menusuk Bolampa dalam keadaan lemah. Segera saja Bolampa tewas di tangan
mereka. Jenazah Bolampa kemudian dibawa ke baruga (rumah adat) Raja Sidiru.
Kepala Bolampa dipenggal dan diletakkan di tiang baruga. Setelah sebelumnya diberi
tanduk yang terbuat dari emas.
Sewaktu anaknya meregang nyawa, ibu
Bolampa yang sedang hamil tua berfirasat. Hatinya “kontak” dengan kejadian yang
menimpa anaknya. Maka, dia mencari anaknya di Sidiru dan sampai di rumah Raja
Sidiru. Begitu kaget dia melihat kepala Bolampa berada di tiang baruga.
Dipanggillah Raja Sidiru sambil ngoceh-ngoceh tak karuan. Raja Sidiru pun
membunuhnya. Kemudian, jenazahnya disimpan di peti mati kayu. Beberapa hari
berikutnya, bayi yang dikandung permaisuri Palu lahir. [Baca kumpulan cerita
rakyat Nusantara lainnya]
Bayi itu diambil oleh Raja Sidiru dan
diserahkan kepada orang tua yang belum dikaruniai anak untuk dirawat. Orang tua
itu senang mendapat anak dari Raja Sidiru. Mereka merawat dan mendidik anak
titipan itu dengan baik dan memberinya nama Tuvunjagu. Tapi, dasar keturunan
Bolampa, anak itu punya kekuatan dan sifat yang sama. Setelah dewasa, Tuvunjagu
sering membunuh teman-temannya. Kedua orang tua yang makin renta itu lalu
menceritakan semuanya oerihal asal-usul Tuvunjagu.
Dipanggilnya Tuvunjagu untuk diceritakan
asal-usulnya. “Nak, kemarilah. Bapa mau cerita sesuatu kepada kau.”
“Ada apa Bapa?”
“Itu kau pernah lihat tengkorak yang
terpancang di tiang baruga Raja Sidiru?”
“Ya, pernah Bapa.”
“Itu adalah abang kau.”
Dan diceritakan secara rinci mengenai
Bolampa, ibunya, dan Tuvunjagu sendiri.
“Oh, jadi yang membunuh ibu dan
kakakku adalah Raja Sidiru?” tanya Tuvunjagu dengan penuh dendam. Dendam
kesumat pun bergumul di hati Tuvunjagu.
*9 tahun
berikutnya…
Raja Siddiru mengadakan pesta.
Kesempatan ini tidak disia-siakan Tuvunjagu. Dia datang ke pesta itu dan
mengajak putri semata wayang Raja Sidiru menari raego. Beberapa saat menari,
tiba-tiba Tuvunjagu menarik parangnya dan menebas leher putri Raja Sidiru
sampai pisah dari badannya. Tuvunjagu pun mengambil kepala itu dan berlari
dengan cepat ke Palu. Sesampainya di Palu dia menancapkan kepala putri Raja
Sidiru di tiang baruga Palu. Hal ini dilakukan sebagai pembalasan dendamnya.
Raja Sidiru segera mengumpulkan
orang-orangnya untuk membalas dendam. Namun, seorang penasihat memberikan saran
yang lebih bijaksana.
“Dulu, ketika Bolampa dan ibunya kita
bunuh, tidak ada orang Palu yang datang ke Sidiru. Lebih baik kita buat jarak
saja dengan Palu supaya Tuvunjagu tidak datang ke sini lagi supaya tidak
terjadi pertumpahan darah yang lebih besar.”
“Bagaimana caranya?” tanya Raja
Sidiru.
“Dengan menyatukan Sungai Mui dan
Sungai Gumasa.”
Usul ini diterima Raja Sidiru yang
langsung memerintahkan rakyat untuk menyatukan kedua sungai itu. Setelah
beberapa bulan bekerja, akhirnya kedua sungai itu menyatu. Tuvunjagu pun tak
pernah kembali lagi ke Sidiru. Kini, kita mengenalnya dengan nama Sungai Palu.
Demikian, cerita rakyat Sulawesi tentang asal-usul Sungai Palu.
Sumber : https://histori.id/legenda-asal-usul-sungai-palu/
0 komentar:
Posting Komentar